snow

Minggu, 15 Oktober 2017

Self-Esteem

1.        Definisi Self Esteem
Menurut Santrok (2003) self esteem merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Self esteem juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri.
Menurut Atwater (dalam Dariuszky, 2004) self esteem adalah cara seseorang merasakan dirinya sendiri, dimana seseorang akan menilai tentang dirinya sehingga mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Coopersmith (1967) self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.

2.        Aspek-aspek Self Esteem
Menurut Rosenberg (dalam Rahmania & Yuniar, 2012) self esteem memiliki dua aspek, yaitu penerimaan diri dan penghormatan diri. Kedua aspek tersebut memiliki 5 dimensi yaitu dimensi akademik, sosial, emosional, keluarga, dan fisik. Dimensi akademik mengacu pada persepsi individu terhadap kualitas pendidikan individu, dimensi sosial mengacu pada persepsi individu terhadap hubungan sosial individu, dimensi emosional merupakan keterlibatan individu terhadap emosi individu, dimensi keluarga mengacu pada keterlibatan individu dalam partisipasi dan integrasi di dalam keluarga, dan dimensi fisik yang mengacu pada persepsi  individu terhadap kondisi fisik individu.
Sedangkan menurut Brown (dalam Santrock, 2003) terdapat 3 aspek yang berhubungan dengan self-esteem, yaitu:
a.         Global self-esteem, merupakan variabel dalam diri individu secara  keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi.
b.         Self-evaluation, merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia memiliki self-esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan seseorang yang berpikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa dikatakan memiliki self-esteem sosial yang tinggi.
c.         Emotion, adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self-esteem atau menurunkan self-esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self-esteem yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki self-esteem yang rendah setelah mengalami perceraian.

3.        Faktor Self Esteem
Menurut Coopersmith (1967) self esteem dalam perkembangannya terbentuk dari hasil interaksi individu dengan lingkungan dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan, dan pengertian orang lain terhadap dirinya. Berdasarkan teori-teori dan penelitian sebelumya mengarahkan Coopersmith (1967) untuk menyimpulkan 4 faktor utama yang memberi kontribusi pada perkembangan self esteem, yaitu:
a.         Respectful, penerimaan, dan perlakuan yang diterima individu dari significant others.
Significant others adalah orang yang penting dan berarti bagi individu, dimana ia menyadari peran mereka dalam memberi dan menghilangkan ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan, serta meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Self esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari  dan terbentuk dari pengalaman individu ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dalam berinteraksi tersebut akan terbentuk suatu penilaian atas dirinya berdasarkan reaksi yang ia terima dari orang lain.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Perilaku yang diberikan orang tua kepada anaknya akan membentuk self esteem si anak. Jika hubungan orang tua dan anak merupakan hubungan interpersonal pertama yang dialami memberikan kesan buruk bagi anak, maka hal tersebut dapat mempengaruhi penilaian dirinya dikemudian hari. Oleh karena itu orang tua merupakan significant others yang utama dalam perkembangan self esteem anak. Tetapi self esteem anak belum sepenuhnya terbentuk dan masih dapat berubah. Setelah si anak masuk kepada masa tengah dan akhir, apalagi setelah memiliki lingkungan sosial (baik di sekolah maupun di masyarakat), pengaruh kelompok teman sebaya mulai menggantikan peran orang tua sebagai orang-orang yang berpengaruh terhadap self esteem anak. Pada masa-masa tersebut anak dituntut untuk mampu berkompetisi dan kompeten untuk mendapat penghargaan dari teman-teman yang akan mempengaruhi juga terhadap penilaian dirinya. Seseorang yang merasa dirinya dihormati, diterima dan diperlakukan dengan baik akan cenderung membentuk self esteem  yang tinggi, dan sebaliknya seseorang yang diremehkan, ditolak dan diperlakukan buruk akan cenderung akan membentuk self esteem yang rendah.
b.         Sejarah keberhasilan, status dan posisi yang pernah dicapai individu.
Keberhasilan, status dan posisi yang pernah dicapai individu tersebut akan membentuk suatu penilaian  terhadap dirinya, berdasarkan dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Status merupakan suatu perwujudan dari keberhasilan yang diindikasikan dengan pengakuan dan penerimaan dirinya oleh masyarakat.
c.         Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi.
Pengamalan-pengalaman individu akan diinterpretasi dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi yang dimilikinya. Individu akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap berbagai bidang kemampuan dan prestasinya. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang mereka internalisasikan dari orang tua dan individu lain yang signifikan dalam hidupnya. Individu pada semua tingkat self esteem mungkin memberikan standar nilai yang sama untuk menilai keberhargaannya, namun akan berbeda dalam hal bagaimana mereka menilai pencapaian tujuan yang telah diraihnya.
d.         Cara individu merespon devaluasi terhadap dirinya.
Individu dapat mengurangi, mengubah, atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan diri dari orang lain atau lingkungan, salah satunya adalah ketika individu mengalami kegagalan. Pemaknaan individu terhadap kegagalan tergantung pada caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara individu mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan harga dirinya dari perasaan tidak mampu, tidak berkuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral. Individu yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangannya adalah dapat mempertahankan self esteemnya.


Coopersmith, Stanley. (1967). The antecedents of self esteem. United States of America: Consulting Psychologists Press.
Dariuszky, G. (2004). Membangun harga diri. Bandung: Penerbit Pionir Jaya.
Rahmania, P.N,. & Yuniar, I.C. (2012). Hubungan antara self esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada remaja putri. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Vol. 1 No. 02.
Santrock, John. W. (2003). Adolescence. New York: McGraw-Hill.

 please use them nicely, don't forget to put the source.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar